Sindrom Asperger Bukan Autis
Related Posts
Andra (5 tahun), tampak sehat dan cerdas masuk ke ruang praktek dokter. Menjawab pertanyaan dengan santun, ”Kabar saya baik, bagaimana dengan kabar Anda?”
Ketika dokter bertanya tentang sekolah, tiba-tiba Andra bercerita tentang Anak Gunung Krakatau yang dikabarkan akan meletus, lengkap dengan cerita bagaimana terjadinya proses letusan gunung berapi disertai banjir lahar dan lava serta mengajak sang dokter berdiskusi tentang Gunung Kelud yang memperlihatkan gejala sama.
Topik pembicaraan tidak juga beralih meskipun dokter berusaha mengalihkan pembicaraan dengan pertanyaan ringan seputar teman sekolahnya. Orang tua Andra bercerita bahwa putera mereka mengenal huruf sejak usia 18 bulan dan dapat membaca dengan belajar sendiri sebelum berusia 3 tahun. Sejak bisa membaca Andi lebih suka menghabiskan waktu dengan membaca sains ketimbang bermain bola atau sepeda.
Jeniuskah Andi? Pastinya ya, lalu apa yang salah dengan Andi?
Di sekolah ternyata teman-teman Andi tidak suka bermain dengannya karena menganggap Andi aneh. Alih-alih membicarakan film Spongebob dengan teman-temannya, Andi lebih suka bercerita bagaimana pesawat ruang angkasa bisa mendarat di bulan.
Andi pun sering diejek karena tutur katanya sangat sopan seperti di buku bahasa dengan intonasi yang datar dengan gaya bahasa seperti orang dewasa. Andi juga kerap balik menirukan pertanyaan yang ditujukan kepadanya.
Di mata guru, Andi anak yang sangat cerdas, ”berbeda” dengan anak lain, lebih senang menyendiri dan sibuk dengan buku dan kadang tidak perduli dengan orang lain atau jika diajak bicara. Apa masalah yang terjadi pada Andi? Autis ? anak super jenius?…… ternyata bukan, Andi menunjukkan gejala sindrom Asperger.
Apa itu sindrom Asperger ? apakah termasuk bagian dari autis?
Sindrom Asperger (SA) termasuk gangguan perkembangan yang mempengaruhi kemampuan seorang anak untuk bersosialisasi dan berkomunikasi. Anak laki-laki 3-4 kali lebih banyak terkena dibandingkan anak wanita.
Tanda dan gejala anak SA antara lain :
Problem sosialisasi :
- Anak SA sebenarnya ingin berteman tetapi sering ditolak atau diejek oleh teman-temannya.
- Kurang atau tidak mengerti bagaimana perasaan orang lain.
- Tidak mengerti humor dan norma-norma sosial yang berlaku
- Menunjukkan perilaku yang tidak sesuai dengan norma sosial yang berlaku.
- Kurang fleksibel karena lebih suka pada rutinitas sehingga sulit beradaptasi.
- Dalam percakapan, anak SA akan lebih banyak bicara tentang hal yang diminatinya tanpa memperdulikan apakah lawan bicaranya tertarik atau mengerti apa yang dibicarakan.
- Tidak memahami komunikasi non verbal seperti ekspresi dan bahasa tubuh orang lain serta kurangnya kontak mata.
- Terobsesi pada hal-hal yang sangat spesifik seperti statistik, jadwal kereta, cuaca dll.
- Berbicara dengan suara yang monoton, datar, formal dengan kecepatan yang lambat atau cepat.
- Kurang mampu berkomunikasi dua arah.
- Kerap menginterupsi pembicaraan.
- Koordinasi motorik halus yang kurang atau clumsy (canggung)
- Kurang dapat menjaga keseimbangan dan meniru gerakan yang bersifat cepat, halus dan ritmik serta tulisan tangan yang tidak rapi,
- Sensitif terdahadap suara, raba, rasa, cahaya, bau, nyeri dan suhu serta tekstur makanan.
- Penyebab SA belum banyak diketahui, diduga karena faktor genetik dan kelainan struktural daerah tertentu di otak.
Autis juga bermasalah dalam hal komunikasi dan sosialisasi serta minat yang terbatas. Beberapa ahli memasukkan SA dalam ASD (Autistic Spectrum Disorder). Ahli lain menyatakan bahwa SA berbeda dengan autis maupun ASD. Akan tetapi hampir semua sepakat bahwa perbedaan utama antara SA dengan autis maupun ASD adalah anak SA memperlihatkan perkembangan bahasa/bicara serta kecerdasan yang normal sesuai usianya, bahkan kemampuan ini kadang melebihi usia. Sehingga anak SA tidak datang dengan keluhan terlambat bicara tetapi dengan keluhan masalah di sekolah karena kurangnya sosialisasi atau dianggap aneh.
Apakah anak kita menunjukkan gejala SA ?
Kadang sulit untuk dijawab karena sebagian anak masih bersifat egosentris dalam bersosialisasi serta membicarakan hal-hal yang itu-itu saja seperti mainan atau tokoh kartun favoritnya.Tetapi jika hal-hal tersebut sampai mengganggu sosialisasi dengan teman-temannya , menganggu proses belajar serta anak kita dianggap eksentrik maka sebaiknya berkonsultasi dengan para ahli.
sumber
Tidak ada komentar: